Assalamu'alaikum wr.wb

Rabu, 09 November 2016

Pembelajaran Aktif Individual dan Kolaboratif

Pembelajaran Aktif Individual
Umumnya pembelajaran aktif individual diwujudkan dalam metode pemberian tugas mandiri seperti menyusun karangan berupa cerpen, membuat puisi, membuat rangkuman, membuat resensi, membuat sinopsis, tugas membaca, membuat peta konsep, membuat diagram pohon, meringkas, dan lain-lain, yang dapat dikerjakan siswa secara mandiri. Donald R. Paulson dan I. Faust kedua ahli tersebut mengemukakan bahwa pembelajaran aktif dikembangkan tidak bermaksud untuk menggantikan sama sekali metode ceramah (lecturing), tetapi dikembangkan sebagai alternatif atau pelengkap yang cerdas dari implementasi metode ceramah.

A.    Teknik Pembelajaran Kertas Satu Menit (One Minute Paper)
Teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan. Guru atau dosen meminta siswa atau mahasiswa untuk mengeluarkan suatu kertas kosong lalu memberikan suatu pertanyaan baik yang jawabanya khas atau suatu pertanyaan berujung terbuka (open-ended question). Berikan kepada mereka satu menit saja (paling lama dua menit) kesempatan untuk menjawabnya.
B.      Teknik Pembelajaran Butir Terjelas (Clearest Point)
Ini adalah suatu variasi dari kertas satu menit. Anda dapat meberikan waktu yang longgar (relatif lama) kepada para siswa untuk menjawab suatu pertanyaan.
C.     Teknik Pembelajaran Tanggapan Aktif (Active Response)
Anda meminta kepada para mahasiswa atau siswa untuk melaporkan tanggapan mereka terhadap suatu fase tertentu dari bahan kuliah atau bahan ajar. Teknik ini juga merupakan teknik yang baik untuk meminta penilain para siswa terhadap teori evolusi.
D.    Teknik Pembelajaran Jurnal Harian (Daily Journal)
Teknik pembelajaran jurnal harian ini tidak terbiasa digunakan baik di perguruan tinggi atau pun di sekolah-sekolah pada tataran di bawahnya di Indonesia.
Pembelajaran dengan jurnal (journaling) adalah suatu praktik penulisan atau pencatatan pada sebuah kertas (atau halaman dari satu buku jurnal) tentang kumpulan pemikiran, pemahaman, dan penjelasan tentang sebuah gagasan atau konsep. Buku jurnal biasanya tercetak berupa bundelan buku. Guru meminta para siswa untuk menyimpan jurnal tersebut akan bertukar pikiran dengan guru tentang isi jurnal yang disusunya. Guru dapat menggunakan jurnal tersebut menjadi semacam jendela untuk mengukur seberapa jauh para siswa tersebut berpikir tentang bahan-bahan ajar yang telah dipelajari. Hal ini juga memberikan kesempatan bagi para guru untuk lebih mendalami wawasanya sendiri terkait pemikiran atau konsep yang diperbincangkan bersama para siswa.
Satu-satunya kekurangan dari model ini adalah umpan balik yang anda harapkan dari para mahasiswa atau siswa tidak dapat segera diperoleh pada hari itu juga (instant).
Teknik pembelajaran buku jurnal mengharuskan siswa memiliki buku jurnal untuk setiap bidang studi atau mata pelajaran sebab buku jurnal memang merupakan sarana komunikasi individual antara setiap guru bidang studi dengan setiap individu siswa. Teknik ini tidak dapat diterapkan dalam pembelajaran kolaboratif dan pembelajaran kooperatif.
E.     Teknik Pembelajaran Kuiz Bacaan (Reading Quiz)
Teknik ini memungkinkan anda sebagai guru untuk “memaksa” siswa membaca bahan-bahan ajar berupa teks atau buku bacaan. Dalam teknik ini, guru mengajukan sejumlah pertanyaan dalam serangkaian kuis bacaan dengan maksud memberikan panduan terhadap siswa tentang butir-butir penting bahan ajar yang harus diamati dan ditelaahnya secara cermat. Teknik ini secara tidak langsung juga memaksa guru untuk banyak membaca dan menelaah setiap bahan ajar dengan cermat.
F.      Teknik Pembelajaran Jeda untuk Penjelasan (Clarification Pauses)
Teknik ini menghadapakan siswa kepada situasi mendengarkan aktif (active listening) selama proses pembelajaran.
G.    Teknik Pembelajaran Tanggapan terhadap Demontrasi (Response to a Demonstration)
Setelah guru melaksanakan presentasi pembelajaran atau suatu kegiatan demontrasi, para siswa diminta untuk menuliskan suatu paragraf yang dimulai dengan kalimat.
H.    Teknik Pembelajaran Waktu (Wait Time)
Variasi ini sengaja memberikan waktu kepada guru untuk menunggu sebentar sebelum meminta siswa menjawab suatu pertanyaan. Waktu tungguh yang disediakan guru tidaklah lama, sekitar 15 menit sampai 20 detik bergantung tingkat kesulitan bahan ajar.
Dengan menungguh akan memaksa setiap siswa berpikir tentang pertanyaan yang duiajakuan oleh guru daripada secarta pasif bergantung kepada temannya yang lebih cepat menangkap apa jawaban dari pertanyaan oleh guru tersebut. Jika waktu tungguh itu habis, guru baru meminta seorang sukarelawan untuk menjawab pertanyaan atau secara acak memilih seorang sisw untuk menjawab pertanyaan yang diajuhkannya.
I.       Teknik pembelajaran Ringkasan mahasiswa atau siswa (studen summary)
Teknik ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan  siswa dalam mendengarkan secara aktif (active listening). Setelah salah satu siswa secara sukarela menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, guru meminta siswa untuk membuat ringkasan atau mengemukakan butir-butir penting dari tanggapan siswa yang menjawab pertanyaan. Teknik ini juga melatih para siswa untuk terbiasa melakukan parafrasa (menyusun kalimat dengan bahasanya sendiri).
J.        Teknik Mangkuk Ikan atau Akuarium (Fish Bowl)
Dalam teknik pembelajaran ini, guru memberikan sebuah kartu indeks (index card) pada masing-masing siswa, dan masing-masing siswa diminta untuk menuliskan sebuah pertanyaan di atas kartu indeks tersebut terkait bahan ajar yang baru saja diterimanya.
K.    Teknik Pembelajaran Pertanyaan Kuis atau Tes (Quiz Test atau Questions)
Dalam teknik pembelajaran ini, para siswa diminta aktif terlibat dalam menciptakan quis dan bahan-bahan tes yang akan digunakan guru, baik sebagian atau seluruhnya, yang akan dipergunakan sebagai ulangan nantinya, bergantung pada keinginan guru. Pertanyaan kuis itu dituliskan dalam sehelai kertas tidak terlalu banyak, maksimal dua pertanyaan saja bagi setiap siswa. Dengan cara ini, guru mendorong siswa untuk berpikir lebih mendalam mengenai bahan ajar yang telah dipeliharanya dengan menggunakan proses berpikir tingkat tinggi (analisis, evaluasi, dan kreasi).


L.     Teknik Pembelajaran Kode Jari (Finger Signal)
Para siswa diberikan pertanyaan dan diinstrusikan untuk menjawab pertanyaan dengan cara mengangkat tangannya dan menunjukkan sejumlah jari tangan ke atas sesuai kesepakatan antara guru dengan para siswa.
M.   Setiap Siswa Dapat Jadi Guru (Everyone is a Techer)
Teknik pembelajaran ini diterapkan kepada siswa secara individual. Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut:
a.       Bagikan sebuah kartu indeks kepada setiap siswa dalam kelas;
b.      Mintalah kepada para siswa untuk menuliskan sebuah pertanyaan yang paling akhir dipelajari dari bidang studi yang baru saja diajarkan.
c.       Kumpulan kartu indeks, lalu acaklah kartu-kartu indeks tersebut sedemikian rupa sebelum dibagikan kembali kepada setiap siswa, sehingga tidak ada pembelajar pun yang menerima soal yang dibuatnya sendiri.
d.      Kemudian setiap siswa diminta untuk membaca dan mencoba memikirkan jawaban dari pertanyaan yang diajkukan dalam kartu indeks;
e.       Mintalah para siswa secara sukarela, atau anda dapat menujuk secara acak seorang siswa untuk membaca dengan suara keras pertanyaan tersebut, dan mencoba menjawabnya.
f.       Setelah jawaban diberikan mintalah siswa yang lain untuk menanggapinya.
g.      Lanjutkan dengan sukarelawan berikutnya sampai waktu yang disediakan habis.
h.      Jika tidak cukup waktunya, sisa pertanyaan yang belum dijawab dapat diterangkan secara ringkas oleh guru pada sesi pembelajaran berikutnya.
N.    Pilah Kartu (Card Sord)
Teknik ini merupakan gabungan antara teknik pembelajaran aktif individual dengan teknik kolaboratif atau teknik pembelajaran kooperatif bergantung kepada keinginan guru.
Pembelajaran aktif individual ini cocok mengunakan strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didik berusaha secara aktif mengembangkan dirinya sebagai seorang individu dan personal yang mempunyai kepribadian dengan kemampuan tertentu. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator.
Pembelajaran Kolaboratif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu kelompok strategi pengajaran yang melibatkan para siswa secara kolaboratif untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut sejarahnya, istilah pembelajaran kolaboratif bersumber dari Inggris dan negara-negara anggota Persemakmuran seperti Irlandia Utara, Wales dan lainnya, sedangkan istilah pembelajaran kooperatif berkembang di Amerika Serikat. Dalam hal ini kita harus sepakat:
·         Termasuk pembelajaran kolaboratif bila anggota kelompoknya tidak tertentu atau ditetapkan terlebih dahulu.
·         Termasuk pembelajaran kooperatif bila anggota kelompok terdiri dari dua orang (dyad) tiga orang (trios, triad) sampai 6 orang.
Pembelajaran kolaboratif di sekolah, melihat jumlah siswa yang terlibat, serta      distrukturkan di dalam kelas atau tidak. Pembelajaran kolaboratif dapat terjadi setiap saat, tidak harus di sekolah.
Pembelajaran kolaboratif dapat terjadi antara siswa sekolah yang satu dengan siswa sekolah yang lain, mereka mengerjakan suatu proyek bersama dan berkomunikasi dalam pembelajaran melalui internet.
Pembelajaran kooperatif biasanya berlangsung anatara 2-5 orang, pembelajaran kooperatif dapat dianggap sebagai bagian dari pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran kooperatif lebih terstruktur dan harus dilaksanakan oleh murid di dalam kelas yang sama.
Banyak juga para ahli yang melihat pembelajaran kolaboratif sebagai bgaian tersendiri dan lepas sama sekali dari perbincangan pembelajaran kooperatif. Misalnya Hari Srivinas dalam situsnya banyak mengembangkan konsep konsep pembelajaran kolaboratif mulai dari pengertian, pendekatan yang dipakai, dan manfaat penerapannya. Hari Srinivas menyatakan terdapat lima prinsip yang berbasis kontruktivisme sosial dalam pembelajaran kolaboratif, yaitu sebagai berikut:
a.       Belajar adalah suatu proses aktif di mana para siswa mengaitkan pengetahuan baru ini dalam kerangka pengetahuan terdahulu yang dimiliknya (prior knowledge).
b.      Belajar memerlukan tantangan yang membuka pintu bagi peserta didik agar terikat secara aktif kekompakkanya.
c.       Belajar akan berkembang baik dalam lingkungan sosial di mana terjadi percakapan yang aktif antara para siswa.
d.      Para siswa akan meraih manfaat yang besar dari pembelajaran karena mendapatkan informasi yang luas dari berbagai sudut pandangan yang berbeda dengan pandangannya sendiri.
e.       Dalam lingkungan pembelajaran kolaboratif setiap siswa akan merasa tertantang.
Pakar lain yang juga menyatakan pembelajaran kolaboratif terpisah dan berbeda dari pembelajaran kooperatif, P. Dillenbourg yang dinyatakannya dalam collaborative Learning: Cognitive and Computational Approaches (1999). B. L Smith dan J. T MacGregor (1992) yang menyatakan dalam pendirinya What is Collaborative Learning?, demikian juga Michael Prince yang dimuat dalam jurnal Engineering Education, Juli 2004, memberikan perbedaan antara pembelajaran kolaboratif dengan pembelajarn kooperatif. Michael Prience membedakan kedua jenis pembelajaran tersebut terkait perkembangan histori dan akar filosofinya. Menurut Prince, dari segi falsafahnya saja kedua jenis pembelajaran tersebut jelas berbeda. Pembelajaran kolaboratif lebih menekankan kepada pentingnya interaksi siswa daripada aktivitas mandiri siswa, sedangkan pembelajaran kooperatif lebih menekankan kepada pentingnya kerja sama daripada belajar kompetitif.
Tad Panitz (1996) memerinci perbedaan antara pembelajaran kolaboratif dengan pembelajaran koopeartif.
No.
Atribut
Pembelajaran Kolaboratif
Pembelajaran kooperetif
1.
Peran guru dalam pengambilan keputusan tentang: bagaimana belajar, pengaturan tim, peran tim dalam pembelajaran, kebijakan pemberian nilai, hal-hal terkait hadiah dan hukuman.
Umumnya diputuskan oleh siswa, atau merupakan hasil kesepakatan antara para siswa dengan guru
Di buat dan dilaksanan oleh guru.
2.
Motivasi dan kerja sama
Motivasi intrinsik kepada para siswa, pebelajar belajar dengan pelajaran menyenangkan, tanpa pemberian pemilihan nilai atau hadiah dan hukuman
Pebelajar dimotivasi dengan hadiah ekstrinsik, misalnya pujian, nilai, dan lain-lain. Guru meyakini dengan adanya hadiah dan hukuman akan mendorong siswa untuk bekerja sama
3.
Peran guru dalam kontruksi pengetahuan dan transmisi pengetahuan
Guru sebagai fasilitator dan mitra belajar, mendoorong setiap individu dalam tim untuk memaksimalkan kesempatan dalam upaya mengembangkan pengetahuan baru
Guru menyebarluaskan pengetahuan baru yang belum disaring kepada pebelajar, kelompok bertugas sebagai wahana untuk menjamin seluruh anggota menguasai seluruh bahan ajar yanmg ditransmisikan.
4.
Derajat Struktur
Instruktur atau guru tidak harus memerhatikan dan mengontrol struktur.
Instruktur mersa lebih bertanggug jawab (in charge) dan menggunakan aktivtas pembelajaran yang lebih terstruktur.
5.
Jenis pengetahuan
Dipilih yang lebih fundamental atau pengetahuan inti yang merupakan basis pengetahuan.
Dikembangkan yang lebih maju (advanced)
6.
Tanggung jawab pembelajaran
Keduanya, baik guru maupun siswa, dengan rentang proporsi yang berbeda, dan lebih berat pada guru.
Keduanya, dengan rentang proporsi yang berbeda, dan lebih berat daripada pebelajar.
A.    Teori Pembelajaran yang Melandasi Pembelajaran Kooperatif
Berbagai teori pembelajaran yang melandasi perkembangan pembelajaran kolaboratif. Teori-teori itu antara lain teori demokrasi dalam pendidikan, teori kontruktivisme sosial dari Lev Vygotsky dengan zone proximal development nya (ZPD) dan teori scaffolding dari Jerome S. Bruner, serta teori psikologi humanistik (humanistic Psychology)
1.      Teori John dewey
Teori demokrasi dalam pendidikan menekankan perlunya kinerja sama dalam pembelajaran. Teori tentang pendidikan yang dikembangkan oleh John Dewey dituliskan pada sejumlah publikasinya yang meliputi My Pedagogic Creed (1987), The School and Society (1900), The Child and The Curriculum (1902), Democracy and Education (1916) dan Experience and Eduaction (1938). Dewey berargumen bahwa pendidikan dan pembelajaran adalah suatu proses sosial dan proses interaktif. Dewey meyakini bahwa para siswa perlu dihadapkan pada suatu lingkungan tempat mereka diberikan kesempatan untuk mengalami dan berinteraksi dengan kurikulum, dan seluruh siswa diberikan kesempatan untuk mengambil bagian dalam pembelajaran sendiri.
2.      Teori Vygotsky
Lev Vygotsky merumuskan suatu teori terkait psikologi sosial yang terkenal dengan nama zona perkembangan terdekat (zone of proximal developmenet, ZPD). Teori ini berkembang di dunia Barat pada awal tahun 1960-an.
Gagasan pokok Vygotsky ini antara lain adalah anak-anak pada awal perkembangan kognitifnya mengembangkan fungsi mental yang lebih rendah, kemudian melalui interaksi sosial, secara bertahap mereka mengembangkan fungsi mental yang lebih tinggi. Kognitif dapat dimaknai sebagai suatu proses mental yang terkait dengan perolehan pengetahuan termasuk berpikir, mengenali, mengingat, memahami, mempertimbangkan, dan memecahkan masalah (Free online Dictionary).
Vygotsky menyampaikan bahwa potensi awal pertumbuhan kognitif seorang anak semula terikat kepada potensi yang lebih rendah (lower kognitif thinking). Wilayah di mana seorang anak dapat menerima bantuan orang lain untuk mencapai level kognitif yang lebih tinggi ini disebut zona perkembangan terdekat (ZPD).
Tori Vygotsky ini juga terkenal sebagai teori kontruktivisme sosial, yang artinya membangun (to construct) kognitif anak melalui interaksi sosial. Asumsi pokok teori Vygotsky adalah “What the child can do in coopertaion today he can do alone tomorrow”. Apa yang dapat dilakukan oleh para siswa dengan bekerja sama pada hari ini dapat dilakukannya sendiri pada masa mendatang.
3.      Teori Scaffolding dari Jerome S. Bruner
Seluruh interaksi pemberian bantuan dari orang yang lebih ahli kepada peserta didik pemula (novice learner) dapat dimaknai sebagai scaffolding.
Secara harfiah scaffolding artinya adalah para-para, sebuah tangga tiga dimensi yang sering digunakan sebagai pijakan sementara oleh para tukang untuk membangun gedung.
Hogan dan Pressley (1997) menyatakan ada lima macam teknik scaffolding, yaitu sebagai berikut
·         Memberikan teladan sesuai dengan perilaku yang diinginkan.
·         Memberikan penjelasan yang memadai dan relevan.
·         Mengundang partisipasi siswa.
·         Melakukan verifikasi dan klarifikasi terhadap pemahaman siswa.
·         Mengundang para siswa untuk memberikan petunjuk kunci.
Contoh-contoh lain dari scaffolding:
·         Apersepsi dan kontekstualisasi bahan ajar;
·         Pemandu grafis seperti bagan, diagram, grafik, dan lain-lain;
·         Panduan seperti panduan mendengarkan, panduan memandang;
·         Templates dan storyboard;
Storyboard adalah dereatan bingkai yang digambari dengan serial lukisan atau konsep tertentu dalam bentuk grafis, yang dipajang dalam urutan tertentu untuk melakukan visualisasi suat urutan kisah atau urutan pemahaman suatu konsep.
·         Isyarat;
·         Dukungan yang lain;
·         Pemandu awal berupa ikhtisar atau kerangka teori;
·         Rangkuman;
·         Refleksi pada akhir pembelajaran tentang esensi pembelajaran hari ini.
Dalam setting pendidikan, aktivitas scaffold dapat berupa contoh teladan, atau model, isyarat, petunjuk kunci, jawaban cepat, solusi parsial, dan pembelajaran langsung (Hartman, 2002).
McKenzei merinci sejumlah manfaat dari pembejaharan scaffolding sebagai berikut:
·         Memberikan arah yang jelas dan mengurangi kekaburan para mahasiswa.
·         Menjelaskan tujuan pembelajaran.
·         Menjaga agar para mahasiswa tetap fokus dalam tugas.
·         Memberikan penjelasan tentang harapan yang dapat diraih.
·         Mengarahkan para siswa kepada sumber daya yang bermakna.
·         Mengurangi ketidakaturan, kejutan (surprise), dan ketidakcocokan.
4.      Teori Psikologi Humanistik (Humanistic Psychology)
Humanisme adalah aliran pemikiran yang meyakini bahwa makhluk manusia berbeda dari spesies lainnya dan memiliki kapasitas-kapasitas tidak pada binatang.
Menurut Gage dan Berliner beberapa prinsip dasar pendekatan humanistik yang digunakan dalam mengembangkan tujuan pembelajaran adalah sebagai berikut:
·         Para siswa akan belajar dengan lebih baik jika terkait dengan apa yang mereka inginkan dan mereka butuhkan untuk diketahui.
·         Mengetahui bagaimana cara belajar lebih penting daripada mendapatkan banyak pengetahuan.
·         Evaluasi diri.
·         Merasakan adalah sama pentingnya dengan fakta.
·         Para siswa akan belajar lebih baik pada lingkungan yang tidak mengancam.
Berbagai macam cara guru untuk mengemplemantasikan pandangan para humanis dalam pendidikan, diantaranya adalah sebagai berikut:
·                              Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memiliki pilihan sendiri dalam seleksi tugas-tugas dan aktifitas pembelajarannya jika hal itu dimungkinkan.
·      Membantu para siswa belajar menyusun tujuan yang realistis.
·      Memberikan kesempatan para siswa berpartisipasi dalam kelompok kerja, untuk mengembangkan kecakapan sosial dan kecakapan afektif mereka.
·      Bertindak sebagai fasilitator bagi diskusi kelompok.
·      Menjadi seorang modal peran untuk sikap, keyakinan dan kebiasaan para siswa.
B.     Pengertian Pembelajaran Kolaboratif
Model  pembelajaran  kooperatiadalah  rangkaian  kegiatan  belajar yang   dilakuka oleh   siswa   dalam   kelompok-kelompok   tertentu   untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009:15) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Selanjutny Stahl   dalam   Isjoni   (2009 15)   menyataka pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap saling tolong-menolong dalam perilaku sosial.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajarayang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37).  
C.     Membangun Kolaborasi (Collaborating)
Andree (1982), dalam Karti 2003 menyatakan ada beberapa macam pengelompokan siswa.
·         Teks planning groups.
·         Teaching groups.
·         Seating groups.
·         Joint learning groups
·         Collaborative groups
Sementara itu, Kerry dan Sands dalam publikasinya berjudul Handling class room group (1982), mengindentifikasi 5 cara pengelompokan lain, yaitu sebagai berikut.
·         Age groups
·         Achievement groups
·         Interest groups
·         Friendship groups
·         Convenience groups
D.    Manfaat pembelajaran Kooperatif
Ada 44 manfaat  pembelajaran kolaboratif:
1)      Mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi;
2)      Meningkatkan interaksi yang lebih familier;
3)      Meningkatkan daya ingat siswa;
4)      Membangun rasa percaya diri para siswa;
5)      Meningkatkan tingkat kepuasan murid;
6)      Meningkatkan sikap positif kepada materi pembelajaran;
7)      Mengembangkan kecakapan oral, keterampilan berbicara;
8)      Mengembangkan kecakapan interaksi sosial;
9)      Mengembangkan hukuman yang positif antar suku atau ras;
10)  Menciptakan suasana pembelajaran aktif;
11)  Menggunakan pendekatan tim dan pemecahan masalah;
12)  Meningkatkan pemahaman tentang adanya berbagai perbedaan;
13)  Meningkatkan tanggung jawab belajar;
14)  Melibatkan siswa dalam pengembangan kurikulum nyata dan berbagai aturan;
15)  Siswa dapat mengeklsplorasikan pemecahan masalah alternatif dalam lingkungan yang aman;
16)  Merangsang cara berpikir kritis;
17)  Meningkatkan keterampilan manajemen pribadi;
18)  Cocok dengan pendekatan kontruktivistik;
19)  Membangun atmosfer kerja sama;
20)  Menciptakan antara komponen heterogen yang lebih positif;
21)  Mengembangkan tanggung jawab siswa siswa satu sama lain;
22)  Mendorong guru untuk melakukan tenik penilaian alternatif terhadap siswa;
23)  Mengembangkan dan menguatkan hubungan antar pribadi;
24)  Mengembangkan model teknik pemecahan masalah melalui kerja sama rekan sebaya;
25)  Siswa diajari bagaimana mengkritik gagasan dan bukan mengkritik orang;
26)  Menjangkau harapan hasil pembelajaran yang tinggi baik bagi guru maupun siswa;
27)  Meningkatkan kinerja siswa dan jumlah kehadiran mereka di dalam kelas;
28)  Para siswa tetap dalam tugas-tugas mereka dan kurang bersikap menggangu;
29)  Mengembangkan empati siswa;
30)  Meningkatkansistem dukungan sosial;
31)  Meningkatkan sikap yang positif terhadap guru;
32)  Mengakomodasi berbagai gaya belajar yang berbeda antara siswa;
33)  Menurunkan rasa cemas yang mungkin timbul dalam kelas;
34)  Hasil tes terhadap adanya rasa cemas siswa dalam belajar terbukti menurun;
35)  Situasi kelas mempresentasikan dunia nyata;
36)  Siswa berkesempatan menjadi model peran dalam hubungan sosial dan dunia kerja;
37)  Dapat bersinergi dengan konten kurikulum;
38)  Dapat diterapkan dalam kelas personal;
39)  Peningkatan kecakapan dan kebiasaan praktik dapat dilaksanakan baik di dalam maupun di luar sekolah;
40)  Meningkatkan hubungan sosial dan hubungan akademik;
41)  Menciptakan suasana kelas tempat para siswa dapoat mengembangkan keterampilan kepemimpinanya;
42)  Meningkatkan keterampilan kepada siswa;
43)  Pembelajaran kolaboratif yang baik dari para siswa dalam kelasnya;
44)   membangun lingkungan komuinitas;
E.     Contoh-contoh teknik pembelajaran kolaboratif
1.      Teknik pembelajaran sebaya:
a)      Buzz Grup
b)      Kelompok sindikat
c)      Kelompok afinitas
d)     Kelompok penyelesaian dan kritik
e)      Kelompok ajar tulis diskusi
2.      Teknik Debat.
3.      Tenki Sel belajar.
4.      Teknik Reaksi Terhadap Video.
5.      Teknik Pengajaran Berbalasan.
6.      TAPPS.
7.      Teknik POE.
8.      PDEDO.
9.      Teknik POGIL.
10.  Tenik Lima E.
11.  Teknik KWLH.
12.  Teknik pembelajaran Pemandu Grafis.
13.  Teknik Pembelajaran Peta Konsep.
14.  Teknik CLCL.
15.  Beberapa teknik pembelajaran kolaboratif yang dikembangkan oleh Northern Ireland Curiculum.

Pembelajaran kolaboratif sangat cocok untuk strategi Jigsaw, peserta didik dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok kecil, kemudian diberi tugas untuk saling berbagi informasi dan pengetahuan antar kelompok lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar