Pembelajaran Aktif Individual dan Kolaboratif
Pembelajaran
Aktif Individual
Umumnya
pembelajaran aktif individual diwujudkan dalam metode pemberian tugas mandiri
seperti menyusun karangan berupa cerpen, membuat puisi, membuat rangkuman,
membuat resensi, membuat sinopsis, tugas membaca, membuat peta konsep, membuat
diagram pohon, meringkas, dan lain-lain, yang dapat dikerjakan siswa secara
mandiri. Donald R. Paulson dan I. Faust kedua ahli tersebut mengemukakan bahwa
pembelajaran aktif dikembangkan tidak bermaksud untuk menggantikan sama sekali
metode ceramah (lecturing), tetapi
dikembangkan sebagai alternatif atau pelengkap yang cerdas dari implementasi
metode ceramah.
A.
Teknik Pembelajaran Kertas Satu Menit (One Minute Paper)
Teknik
ini dikembangkan oleh Spencer Kagan. Guru atau dosen meminta siswa atau mahasiswa
untuk mengeluarkan suatu kertas kosong lalu memberikan suatu pertanyaan baik
yang jawabanya khas atau suatu pertanyaan berujung terbuka (open-ended question). Berikan kepada
mereka satu menit saja (paling lama dua menit) kesempatan untuk menjawabnya.
B. Teknik Pembelajaran Butir Terjelas (Clearest Point)
Ini
adalah suatu variasi dari kertas satu menit. Anda dapat meberikan waktu yang
longgar (relatif lama) kepada para siswa untuk menjawab suatu pertanyaan.
C. Teknik
Pembelajaran Tanggapan Aktif (Active Response)
Anda
meminta kepada para mahasiswa atau siswa untuk melaporkan tanggapan mereka terhadap
suatu fase tertentu dari bahan kuliah atau bahan ajar. Teknik ini juga
merupakan teknik yang baik untuk meminta penilain para siswa terhadap teori
evolusi.
D. Teknik
Pembelajaran Jurnal Harian (Daily Journal)
Teknik
pembelajaran jurnal harian ini tidak terbiasa digunakan baik di perguruan
tinggi atau pun di sekolah-sekolah pada tataran di bawahnya di Indonesia.
Pembelajaran
dengan jurnal (journaling) adalah
suatu praktik penulisan atau pencatatan pada sebuah kertas (atau halaman dari
satu buku jurnal) tentang kumpulan pemikiran, pemahaman, dan penjelasan tentang
sebuah gagasan atau konsep. Buku jurnal biasanya tercetak berupa bundelan buku.
Guru meminta para siswa untuk menyimpan jurnal tersebut akan bertukar pikiran
dengan guru tentang isi jurnal yang disusunya. Guru dapat menggunakan jurnal
tersebut menjadi semacam jendela untuk mengukur seberapa jauh para siswa
tersebut berpikir tentang bahan-bahan ajar yang telah dipelajari. Hal ini juga
memberikan kesempatan bagi para guru untuk lebih mendalami wawasanya sendiri
terkait pemikiran atau konsep yang diperbincangkan bersama para siswa.
Satu-satunya
kekurangan dari model ini adalah umpan balik yang anda harapkan dari para
mahasiswa atau siswa tidak dapat segera diperoleh pada hari itu juga (instant).
Teknik
pembelajaran buku jurnal mengharuskan siswa memiliki buku jurnal untuk setiap
bidang studi atau mata pelajaran sebab buku jurnal memang merupakan sarana
komunikasi individual antara setiap guru bidang studi dengan setiap individu
siswa. Teknik ini tidak dapat diterapkan dalam pembelajaran kolaboratif dan
pembelajaran kooperatif.
E. Teknik
Pembelajaran Kuiz Bacaan (Reading Quiz)
Teknik
ini memungkinkan anda sebagai guru untuk “memaksa” siswa membaca bahan-bahan
ajar berupa teks atau buku bacaan. Dalam teknik ini, guru mengajukan sejumlah
pertanyaan dalam serangkaian kuis bacaan dengan maksud memberikan panduan
terhadap siswa tentang butir-butir penting bahan ajar yang harus diamati dan
ditelaahnya secara cermat. Teknik ini secara tidak langsung juga memaksa guru
untuk banyak membaca dan menelaah setiap bahan ajar dengan cermat.
F. Teknik
Pembelajaran Jeda untuk Penjelasan (Clarification Pauses)
Teknik
ini menghadapakan siswa kepada situasi mendengarkan aktif (active listening) selama proses pembelajaran.
G. Teknik
Pembelajaran Tanggapan terhadap Demontrasi (Response
to a Demonstration)
Setelah
guru melaksanakan presentasi pembelajaran atau suatu kegiatan demontrasi, para
siswa diminta untuk menuliskan suatu paragraf yang dimulai dengan kalimat.
H. Teknik
Pembelajaran Waktu (Wait Time)
Variasi
ini sengaja memberikan waktu kepada guru untuk menunggu sebentar sebelum
meminta siswa menjawab suatu pertanyaan. Waktu tungguh yang disediakan guru
tidaklah lama, sekitar 15 menit sampai 20 detik bergantung tingkat kesulitan
bahan ajar.
Dengan
menungguh akan memaksa setiap siswa berpikir tentang pertanyaan yang duiajakuan
oleh guru daripada secarta pasif bergantung kepada temannya yang lebih cepat
menangkap apa jawaban dari pertanyaan oleh guru tersebut. Jika waktu tungguh
itu habis, guru baru meminta seorang sukarelawan untuk menjawab pertanyaan atau
secara acak memilih seorang sisw untuk menjawab pertanyaan yang diajuhkannya.
I. Teknik
pembelajaran Ringkasan mahasiswa atau siswa (studen summary)
Teknik
ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
siswa dalam mendengarkan secara aktif (active listening). Setelah salah satu siswa secara sukarela menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh guru, guru meminta siswa untuk membuat ringkasan
atau mengemukakan butir-butir penting dari tanggapan siswa yang menjawab
pertanyaan. Teknik ini juga melatih para siswa untuk terbiasa melakukan parafrasa
(menyusun kalimat dengan bahasanya sendiri).
J. Teknik Mangkuk Ikan atau Akuarium (Fish Bowl)
Dalam
teknik pembelajaran ini, guru memberikan sebuah kartu indeks (index card) pada masing-masing siswa,
dan masing-masing siswa diminta untuk menuliskan sebuah pertanyaan di atas
kartu indeks tersebut terkait bahan ajar yang baru saja diterimanya.
K. Teknik
Pembelajaran Pertanyaan Kuis atau Tes (Quiz
Test atau Questions)
Dalam
teknik pembelajaran ini, para siswa diminta aktif terlibat dalam menciptakan
quis dan bahan-bahan tes yang akan digunakan guru, baik sebagian atau
seluruhnya, yang akan dipergunakan sebagai ulangan nantinya, bergantung pada
keinginan guru. Pertanyaan kuis itu dituliskan dalam sehelai kertas tidak
terlalu banyak, maksimal dua pertanyaan saja bagi setiap siswa. Dengan cara
ini, guru mendorong siswa untuk berpikir lebih mendalam mengenai bahan ajar
yang telah dipeliharanya dengan menggunakan proses berpikir tingkat tinggi
(analisis, evaluasi, dan kreasi).
L. Teknik
Pembelajaran Kode Jari (Finger Signal)
Para
siswa diberikan pertanyaan dan diinstrusikan untuk menjawab pertanyaan dengan cara
mengangkat tangannya dan menunjukkan sejumlah jari tangan ke atas sesuai kesepakatan
antara guru dengan para siswa.
M. Setiap
Siswa Dapat Jadi Guru (Everyone is a Techer)
Teknik
pembelajaran ini diterapkan kepada siswa secara individual. Langkah-langkah
pembelajarannya sebagai berikut:
a. Bagikan
sebuah kartu indeks kepada setiap siswa dalam kelas;
b. Mintalah
kepada para siswa untuk menuliskan sebuah pertanyaan yang paling akhir
dipelajari dari bidang studi yang baru saja diajarkan.
c. Kumpulan
kartu indeks, lalu acaklah kartu-kartu indeks tersebut sedemikian rupa sebelum
dibagikan kembali kepada setiap siswa, sehingga tidak ada pembelajar pun yang
menerima soal yang dibuatnya sendiri.
d. Kemudian
setiap siswa diminta untuk membaca dan mencoba memikirkan jawaban dari
pertanyaan yang diajkukan dalam kartu indeks;
e. Mintalah
para siswa secara sukarela, atau anda dapat menujuk secara acak seorang siswa
untuk membaca dengan suara keras pertanyaan tersebut, dan mencoba menjawabnya.
f. Setelah
jawaban diberikan mintalah siswa yang lain untuk menanggapinya.
g. Lanjutkan
dengan sukarelawan berikutnya sampai waktu yang disediakan habis.
h. Jika
tidak cukup waktunya, sisa pertanyaan yang belum dijawab dapat diterangkan
secara ringkas oleh guru pada sesi pembelajaran berikutnya.
N. Pilah
Kartu (Card Sord)
Teknik
ini merupakan gabungan antara teknik pembelajaran aktif individual dengan
teknik kolaboratif atau teknik pembelajaran kooperatif bergantung kepada
keinginan guru.
Pembelajaran
aktif individual ini cocok mengunakan strategi pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didik berusaha secara aktif
mengembangkan dirinya sebagai seorang individu dan personal yang mempunyai
kepribadian dengan kemampuan tertentu. Guru hanya berperan sebagai fasilitator
dan motivator.
Pembelajaran Kolaboratif
Pembelajaran
kooperatif adalah suatu kelompok strategi pengajaran yang melibatkan para siswa
secara kolaboratif untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut
sejarahnya, istilah pembelajaran kolaboratif bersumber dari Inggris dan
negara-negara anggota Persemakmuran seperti Irlandia Utara, Wales dan lainnya,
sedangkan istilah pembelajaran kooperatif berkembang di Amerika Serikat. Dalam
hal ini kita harus sepakat:
·
Termasuk pembelajaran kolaboratif bila
anggota kelompoknya tidak tertentu atau ditetapkan terlebih dahulu.
·
Termasuk pembelajaran kooperatif bila
anggota kelompok terdiri dari dua orang (dyad)
tiga orang (trios, triad) sampai 6
orang.
Pembelajaran
kolaboratif di sekolah, melihat jumlah siswa yang terlibat, serta distrukturkan di dalam kelas atau tidak. Pembelajaran
kolaboratif dapat terjadi setiap saat, tidak harus di sekolah.
Pembelajaran
kolaboratif dapat terjadi antara siswa sekolah yang satu dengan siswa sekolah
yang lain, mereka mengerjakan suatu proyek bersama dan berkomunikasi dalam
pembelajaran melalui internet.
Pembelajaran
kooperatif biasanya berlangsung anatara 2-5 orang, pembelajaran kooperatif
dapat dianggap sebagai bagian dari pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran
kooperatif lebih terstruktur dan harus dilaksanakan oleh murid di dalam kelas
yang sama.
Banyak
juga para ahli yang melihat pembelajaran kolaboratif sebagai bgaian tersendiri
dan lepas sama sekali dari perbincangan pembelajaran kooperatif. Misalnya Hari
Srivinas dalam situsnya banyak mengembangkan konsep konsep pembelajaran
kolaboratif mulai dari pengertian, pendekatan yang dipakai, dan manfaat
penerapannya. Hari Srinivas menyatakan terdapat lima prinsip yang berbasis kontruktivisme
sosial dalam pembelajaran kolaboratif, yaitu sebagai berikut:
a. Belajar
adalah suatu proses aktif di mana para siswa mengaitkan pengetahuan baru ini
dalam kerangka pengetahuan terdahulu yang dimiliknya (prior knowledge).
b. Belajar
memerlukan tantangan yang membuka pintu bagi peserta didik agar terikat secara aktif
kekompakkanya.
c. Belajar
akan berkembang baik dalam lingkungan sosial di mana terjadi percakapan yang
aktif antara para siswa.
d. Para
siswa akan meraih manfaat yang besar dari pembelajaran karena mendapatkan
informasi yang luas dari berbagai sudut pandangan yang berbeda dengan pandangannya
sendiri.
e. Dalam
lingkungan pembelajaran kolaboratif setiap siswa akan merasa tertantang.
Pakar
lain yang juga menyatakan pembelajaran kolaboratif terpisah dan berbeda dari
pembelajaran kooperatif, P. Dillenbourg yang dinyatakannya dalam collaborative Learning: Cognitive and
Computational Approaches (1999). B. L Smith dan J. T MacGregor (1992) yang
menyatakan dalam pendirinya What is Collaborative
Learning?, demikian juga Michael Prince yang dimuat dalam jurnal Engineering Education, Juli 2004, memberikan
perbedaan antara pembelajaran kolaboratif dengan pembelajarn kooperatif. Michael
Prience membedakan kedua jenis pembelajaran tersebut terkait perkembangan
histori dan akar filosofinya. Menurut Prince, dari segi falsafahnya saja kedua
jenis pembelajaran tersebut jelas berbeda. Pembelajaran kolaboratif lebih
menekankan kepada pentingnya interaksi siswa daripada aktivitas mandiri siswa,
sedangkan pembelajaran kooperatif lebih menekankan kepada pentingnya kerja sama
daripada belajar kompetitif.
Tad
Panitz (1996) memerinci perbedaan antara pembelajaran kolaboratif dengan
pembelajaran koopeartif.
No.
|
Atribut
|
Pembelajaran
Kolaboratif
|
Pembelajaran
kooperetif
|
1.
|
Peran guru
dalam pengambilan keputusan tentang: bagaimana belajar, pengaturan tim, peran
tim dalam pembelajaran, kebijakan pemberian nilai, hal-hal terkait hadiah dan
hukuman.
|
Umumnya
diputuskan oleh siswa, atau merupakan hasil kesepakatan antara para siswa
dengan guru
|
Di
buat dan dilaksanan oleh guru.
|
2.
|
Motivasi
dan kerja sama
|
Motivasi
intrinsik kepada para siswa, pebelajar belajar dengan pelajaran menyenangkan,
tanpa pemberian pemilihan nilai atau hadiah dan hukuman
|
Pebelajar dimotivasi
dengan hadiah ekstrinsik, misalnya pujian, nilai, dan lain-lain. Guru
meyakini dengan adanya hadiah dan hukuman akan mendorong siswa untuk bekerja
sama
|
3.
|
Peran guru
dalam kontruksi pengetahuan dan transmisi pengetahuan
|
Guru sebagai
fasilitator dan mitra belajar, mendoorong setiap individu dalam tim untuk
memaksimalkan kesempatan dalam upaya mengembangkan pengetahuan baru
|
Guru
menyebarluaskan pengetahuan baru yang belum disaring kepada pebelajar,
kelompok bertugas sebagai wahana untuk menjamin seluruh anggota menguasai
seluruh bahan ajar yanmg ditransmisikan.
|
4.
|
Derajat
Struktur
|
Instruktur
atau guru tidak harus memerhatikan dan mengontrol struktur.
|
Instruktur
mersa lebih bertanggug jawab (in charge)
dan menggunakan aktivtas pembelajaran yang lebih terstruktur.
|
5.
|
Jenis
pengetahuan
|
Dipilih yang
lebih fundamental atau pengetahuan inti yang merupakan basis pengetahuan.
|
Dikembangkan
yang lebih maju (advanced)
|
6.
|
Tanggung jawab
pembelajaran
|
Keduanya, baik
guru maupun siswa, dengan rentang proporsi yang berbeda, dan lebih berat pada
guru.
|
Keduanya,
dengan rentang proporsi yang berbeda, dan lebih berat daripada pebelajar.
|
A.
Teori
Pembelajaran yang Melandasi Pembelajaran Kooperatif
Berbagai
teori pembelajaran yang melandasi perkembangan pembelajaran kolaboratif. Teori-teori
itu antara lain teori demokrasi dalam pendidikan, teori kontruktivisme sosial
dari Lev Vygotsky dengan zone proximal
development nya (ZPD) dan teori scaffolding
dari Jerome S. Bruner, serta teori psikologi humanistik (humanistic Psychology)
1.
Teori
John dewey
Teori
demokrasi dalam pendidikan menekankan perlunya kinerja sama dalam pembelajaran.
Teori tentang pendidikan yang dikembangkan oleh John Dewey dituliskan pada
sejumlah publikasinya yang meliputi My Pedagogic
Creed (1987), The School and Society (1900),
The Child and The Curriculum (1902), Democracy and Education (1916) dan Experience and Eduaction (1938). Dewey
berargumen bahwa pendidikan dan pembelajaran adalah suatu proses sosial dan
proses interaktif. Dewey meyakini bahwa para siswa perlu dihadapkan pada suatu
lingkungan tempat mereka diberikan kesempatan untuk mengalami dan berinteraksi
dengan kurikulum, dan seluruh siswa diberikan kesempatan untuk mengambil bagian
dalam pembelajaran sendiri.
2.
Teori
Vygotsky
Lev
Vygotsky merumuskan suatu teori terkait psikologi sosial yang terkenal dengan
nama zona perkembangan terdekat (zone of
proximal developmenet, ZPD). Teori ini berkembang di dunia Barat pada awal
tahun 1960-an.
Gagasan
pokok Vygotsky ini antara lain adalah anak-anak pada awal perkembangan
kognitifnya mengembangkan fungsi mental yang lebih rendah, kemudian melalui
interaksi sosial, secara bertahap mereka mengembangkan fungsi mental yang lebih
tinggi. Kognitif dapat dimaknai sebagai suatu proses mental yang terkait dengan
perolehan pengetahuan termasuk berpikir, mengenali, mengingat, memahami,
mempertimbangkan, dan memecahkan masalah (Free
online Dictionary).
Vygotsky
menyampaikan bahwa potensi awal pertumbuhan kognitif seorang anak semula
terikat kepada potensi yang lebih rendah (lower
kognitif thinking). Wilayah di mana seorang anak dapat menerima bantuan
orang lain untuk mencapai level kognitif yang lebih tinggi ini disebut zona perkembangan
terdekat (ZPD).
Tori
Vygotsky ini juga terkenal sebagai teori kontruktivisme
sosial, yang artinya membangun (to
construct) kognitif anak melalui interaksi sosial. Asumsi pokok teori
Vygotsky adalah “What the child can do in
coopertaion today he can do alone tomorrow”. Apa yang dapat dilakukan oleh
para siswa dengan bekerja sama pada hari ini dapat dilakukannya sendiri pada
masa mendatang.
3.
Teori
Scaffolding dari Jerome S. Bruner
Seluruh
interaksi pemberian bantuan dari orang yang lebih ahli kepada peserta didik
pemula (novice learner) dapat
dimaknai sebagai scaffolding.
Secara
harfiah scaffolding artinya adalah
para-para, sebuah tangga tiga dimensi yang sering digunakan sebagai pijakan
sementara oleh para tukang untuk membangun gedung.
Hogan
dan Pressley (1997) menyatakan ada lima macam teknik scaffolding, yaitu sebagai berikut
·
Memberikan teladan sesuai dengan
perilaku yang diinginkan.
·
Memberikan penjelasan yang memadai dan
relevan.
·
Mengundang partisipasi siswa.
·
Melakukan verifikasi dan klarifikasi
terhadap pemahaman siswa.
·
Mengundang para siswa untuk memberikan
petunjuk kunci.
Contoh-contoh
lain dari scaffolding:
·
Apersepsi dan kontekstualisasi bahan
ajar;
·
Pemandu grafis seperti bagan, diagram,
grafik, dan lain-lain;
·
Panduan seperti panduan mendengarkan,
panduan memandang;
·
Templates dan storyboard;
Storyboard adalah dereatan bingkai yang digambari
dengan serial lukisan atau konsep tertentu dalam bentuk grafis, yang dipajang
dalam urutan tertentu untuk melakukan visualisasi suat urutan kisah atau urutan
pemahaman suatu konsep.
·
Isyarat;
·
Dukungan yang lain;
·
Pemandu awal berupa ikhtisar atau
kerangka teori;
·
Rangkuman;
·
Refleksi pada akhir pembelajaran tentang
esensi pembelajaran hari ini.
Dalam
setting pendidikan, aktivitas scaffold dapat berupa contoh teladan, atau
model, isyarat, petunjuk kunci, jawaban cepat, solusi parsial, dan pembelajaran
langsung (Hartman, 2002).
McKenzei
merinci sejumlah manfaat dari pembejaharan scaffolding
sebagai berikut:
·
Memberikan arah yang jelas dan
mengurangi kekaburan para mahasiswa.
·
Menjelaskan tujuan pembelajaran.
·
Menjaga agar para mahasiswa tetap fokus
dalam tugas.
·
Memberikan penjelasan tentang harapan
yang dapat diraih.
·
Mengarahkan para siswa kepada sumber
daya yang bermakna.
·
Mengurangi ketidakaturan, kejutan (surprise), dan ketidakcocokan.
4.
Teori
Psikologi Humanistik (Humanistic
Psychology)
Humanisme
adalah aliran pemikiran yang meyakini bahwa makhluk manusia berbeda dari
spesies lainnya dan memiliki kapasitas-kapasitas tidak pada binatang.
Menurut
Gage dan Berliner beberapa prinsip dasar pendekatan humanistik yang digunakan
dalam mengembangkan tujuan pembelajaran adalah sebagai berikut:
·
Para siswa akan belajar dengan lebih
baik jika terkait dengan apa yang mereka inginkan dan mereka butuhkan untuk
diketahui.
·
Mengetahui bagaimana cara belajar lebih
penting daripada mendapatkan banyak pengetahuan.
·
Evaluasi diri.
·
Merasakan adalah sama pentingnya dengan
fakta.
·
Para siswa akan belajar lebih baik pada
lingkungan yang tidak mengancam.
Berbagai
macam cara guru untuk mengemplemantasikan pandangan para humanis dalam pendidikan,
diantaranya adalah sebagai berikut:
·
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memiliki pilihan sendiri dalam seleksi tugas-tugas dan aktifitas
pembelajarannya jika hal itu dimungkinkan.
· Membantu
para siswa belajar menyusun tujuan yang realistis.
· Memberikan
kesempatan para siswa berpartisipasi dalam kelompok kerja, untuk mengembangkan
kecakapan sosial dan kecakapan afektif mereka.
· Bertindak
sebagai fasilitator bagi diskusi kelompok.
· Menjadi
seorang modal peran untuk sikap, keyakinan dan kebiasaan para siswa.
B. Pengertian
Pembelajaran Kolaboratif
Model pembelajaran
kooperatif adalah rangkaian kegiatan
belajar yang dilakukan oleh
siswa dalam kelompok-kelompok
tertentu untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan
menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009:15) mengemukakan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang
untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama
selama proses
pembelajaran.
Selanjutnya Stahl dalam Isjoni (2009: 15)
menyatakan pembelajaran
kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap saling tolong-menolong dalam perilaku
sosial.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil siswa
untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi
belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37).
C. Membangun
Kolaborasi (Collaborating)
Andree (1982), dalam Karti 2003
menyatakan ada beberapa macam pengelompokan siswa.
·
Teks
planning groups.
·
Teaching
groups.
·
Seating
groups.
·
Joint
learning groups
·
Collaborative
groups
Sementara
itu, Kerry dan Sands dalam publikasinya berjudul Handling class room group (1982), mengindentifikasi 5 cara
pengelompokan lain, yaitu sebagai berikut.
·
Age groups
·
Achievement groups
·
Interest groups
·
Friendship groups
·
Convenience groups
D. Manfaat
pembelajaran Kooperatif
Ada 44 manfaat pembelajaran kolaboratif:
1) Mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi;
2) Meningkatkan
interaksi yang lebih familier;
3) Meningkatkan
daya ingat siswa;
4) Membangun
rasa percaya diri para siswa;
5) Meningkatkan
tingkat kepuasan murid;
6) Meningkatkan
sikap positif kepada materi pembelajaran;
7) Mengembangkan
kecakapan oral, keterampilan berbicara;
8) Mengembangkan
kecakapan interaksi sosial;
9) Mengembangkan
hukuman yang positif antar suku atau ras;
10) Menciptakan
suasana pembelajaran aktif;
11) Menggunakan
pendekatan tim dan pemecahan masalah;
12) Meningkatkan
pemahaman tentang adanya berbagai perbedaan;
13) Meningkatkan
tanggung jawab belajar;
14) Melibatkan
siswa dalam pengembangan kurikulum nyata dan berbagai aturan;
15) Siswa
dapat mengeklsplorasikan pemecahan masalah alternatif dalam lingkungan yang
aman;
16) Merangsang
cara berpikir kritis;
17) Meningkatkan
keterampilan manajemen pribadi;
18) Cocok
dengan pendekatan kontruktivistik;
19) Membangun
atmosfer kerja sama;
20) Menciptakan
antara komponen heterogen yang lebih positif;
21) Mengembangkan
tanggung jawab siswa siswa satu sama lain;
22) Mendorong
guru untuk melakukan tenik penilaian alternatif terhadap siswa;
23) Mengembangkan
dan menguatkan hubungan antar pribadi;
24) Mengembangkan
model teknik pemecahan masalah melalui kerja sama rekan sebaya;
25) Siswa
diajari bagaimana mengkritik gagasan dan bukan mengkritik orang;
26) Menjangkau
harapan hasil pembelajaran yang tinggi baik bagi guru maupun siswa;
27) Meningkatkan
kinerja siswa dan jumlah kehadiran mereka di dalam kelas;
28) Para
siswa tetap dalam tugas-tugas mereka dan kurang bersikap menggangu;
29) Mengembangkan
empati siswa;
30) Meningkatkansistem
dukungan sosial;
31) Meningkatkan
sikap yang positif terhadap guru;
32) Mengakomodasi
berbagai gaya belajar yang berbeda antara siswa;
33) Menurunkan
rasa cemas yang mungkin timbul dalam kelas;
34) Hasil
tes terhadap adanya rasa cemas siswa dalam belajar terbukti menurun;
35) Situasi
kelas mempresentasikan dunia nyata;
36) Siswa
berkesempatan menjadi model peran dalam hubungan sosial dan dunia kerja;
37) Dapat
bersinergi dengan konten kurikulum;
38) Dapat
diterapkan dalam kelas personal;
39) Peningkatan
kecakapan dan kebiasaan praktik dapat dilaksanakan baik di dalam maupun di luar
sekolah;
40) Meningkatkan
hubungan sosial dan hubungan akademik;
41) Menciptakan
suasana kelas tempat para siswa dapoat mengembangkan keterampilan
kepemimpinanya;
42) Meningkatkan
keterampilan kepada siswa;
43) Pembelajaran
kolaboratif yang baik dari para siswa dalam kelasnya;
44) membangun lingkungan komuinitas;
E. Contoh-contoh
teknik pembelajaran kolaboratif
1. Teknik
pembelajaran sebaya:
a)
Buzz
Grup
b) Kelompok
sindikat
c) Kelompok
afinitas
d) Kelompok
penyelesaian dan kritik
e) Kelompok
ajar tulis diskusi
2. Teknik
Debat.
3. Tenki
Sel belajar.
4. Teknik
Reaksi Terhadap Video.
5. Teknik
Pengajaran Berbalasan.
6. TAPPS.
7. Teknik
POE.
8. PDEDO.
9. Teknik
POGIL.
10. Tenik
Lima E.
11. Teknik
KWLH.
12. Teknik
pembelajaran Pemandu Grafis.
13. Teknik
Pembelajaran Peta Konsep.
14. Teknik
CLCL.
15. Beberapa
teknik pembelajaran kolaboratif yang dikembangkan oleh Northern Ireland Curiculum.
Pembelajaran
kolaboratif sangat cocok untuk strategi Jigsaw, peserta didik dikelompokkan ke
dalam kelompok-kelompok kecil, kemudian diberi tugas untuk saling berbagi
informasi dan pengetahuan antar kelompok lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar