MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING
A. Pengertian Pembelajaran Berbasis MasalahModel pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Suyatno (2009 : 58) bahwa: ”Model pembelajaran berdasarkan masalah adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran dimulai berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman telah mereka miliki sebelumnya (prior knowledge) untuk membentuk pengetahuan dan pengalaman baru”. Sedangkan menurut Arends (dalam Trianto 2007 : 68) menyatakan bahwa: ”Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri”.
iri B. Ciri Model Pembelajaran Berbasis Masalah
cir Ciri utama model pembelajaran berdasarkan masalah
ini dalam Trianto (2007 : 68) adalah:
1. Pengajuan
pertanyaan atau masalah.
Guru
memunculkan pertanyaan yang nyata di lingkungan siswa serta dapat diselidiki
oleh siswa berupa cerita, penyajian
fenomena tertentu, atau mendemontrasikan suatu kejadian yang mengundang
munculnya permasalahan atau pertanyaan.
2. Berfokus pada
keterkaitan antar disiplin.
Meskipun
pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu
(IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial) masalah yang dipilih benar-benar nyata agar
dalam pemecahannya, siswa dapat meninjau dari berbagi mata pelajaran yang lain.
3. Penyelidikan
autentik.
Pembelajaran
berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari
penyelesaian nyata terhadap masalah yang disajikan. Metode penyelidikan ini
bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.
4. Menghasilkan
produk atau karya.
Pembelajaran
berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam
bentuk karya dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian
masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat juga berupa laporan, model fisik,
video maupun program komputer
5. Kolaborasi.
Pembelajaran
berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang
lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.
Bekerjasama untuk terlibat dan saling bertukar pendapat dalam melakukan
penyelidikan sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang disajikan.
Pada
Model pembelajaran berdasarkan masalah terdapat lima tahap utama yang dimulai
dengan memperkenalkan siswa tehadap masalah yang diakhiri dengan tahap
penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima tahapan tersebut disajikan
dalam bentuk tabel (dalam Nurhadi, 2004:111)
K C. Kelebihan dan kekurangan
pembelajaran berbasis proyek (project
based learning)
Kelebihan
dan kekurangan pada penerapan Pembelajaran
Berbasis Proyek dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Keuntungan Pembelajaran Berbasis
Proyek:
1. Meningkatkan motivasi belajar
peserta didik.
2. Meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah.
3. Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan
problem-problem yang kompleks.
4. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan
komunikasi.
6. Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
7. Memberikan pengalaman kepada peserta
didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi
waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
8. Menyediakan pengalaman belajar yang
melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai
dunia nyata.
9. Melibatkan para peserta didik untuk
belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian
diimplementasikan dengan dunia nyata.
10. Membuat
suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik
menikmati proses pembelajaran.
2.
Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek:
1. Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
2. Membutuhkan biaya yang cukup banyak
3. Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
4. Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan
mengalami kesulitan.
5. Ada kemungkinan peserta didik yang
kurang aktif dalam kerja kelompok.
6. Ketika topik
yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik
tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.
Untuk mengatasi kelemahan dari pembelajaran berbasis
proyek di atas seorang pendidik harus dapat mengatasi dengan cara memfasilitasi
peserta didik dalam menghadapi masalah, membatasi waktu peserta didik dalam
menyelesaikan proyek, meminimalis dan menyediakan peralatan yang sederhana yang
terdapat di lingkungan sekitar, memilih lokasi penelitian yang mudah dijangkau
sehingga tidak membutuhkan banyak waktu dan biaya, menciptakan suasana
pembelajaran yang menyenangkan sehingga instruktur dan peserta didik merasa
nyaman dalam proses pembelajaran.
Contoh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)
Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik
terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih
dahulu. Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang
muncul.
Setelah itu tugas guru adalah merangsang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.
Contoh Penerapan
Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.
Setelah itu tugas guru adalah merangsang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.
Contoh Penerapan
Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.
PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK
A. Pengertian Pembelajaran Berbasis Proyek
Pembelajaran
berbasis proyek atau tugas adalah metode belajar yang menggunakan
masalah sebagai langkah awal dalam pengumpulan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara
nyata.
Pembelajaran berbasis proyek/tugas (project-based/task learning) membutuhkan
suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan belajar
siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap
masalah-masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik
mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan
ini memperkenalkan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam
mengkostruksikannya dalam produk nyata (Buck Institue for Eduction,
2001).
B. Karakteristik pembelajaran berbasis proyek / tugas
Pembelajaran
berbasis proyek memiliki potensi yang besar untuk memberikan pengalaman
belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi siswa ( Gear, 1998).
Sedangkan menurut Buck Institute For Education (1999)dalam Made (2000,
145) belajar berbasis proyek memiliki karakteristik yaitu :
- . .Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka kerja.
- Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya.
- Siswa merancang proses untuk mencapai hasil.
- Siswa bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang dikumpulkan.
- Siswa melakukan evaluasi secara kontinue.
- Siswa secara teratur melihat kembali apa yang meraka kerjakan.
C. Ciri – ciri dan Prinsip Pembelajaran Berbasis Proyek atau Tugas
Ada lima kriteria apakah suatu pembelajaran berproyek termasuk pembelajaran berbasis proyek, lima criteria itu yaitu :
1. Keterpusatan ( centrality)
Proyek
dalam pembelajaran berbasis proyek adalah pusat atau inti kurikulum,
bukan pelengkap kurikulum, didalam pembelajaran proyek adalah strategi
pembelajaran, pelajaran mengalami dan belajar konsep-konsep inti suatu
disiplin ilmu melalui proyek. Model ini merupakan pusat strategi
pembelajaran, dimana siswa belajar konsep utama dari suatu pengetahuan
melalui kerja proyek. Oleh karena itu, kerja proyek bukan merupakan
praktik tambahan dan aplikasi praktis dari konsep yang sedang dipelajari, melainkan menjadi sentral kegiatan pembelajaran dikelas.
2. Berfokus pada pertanyaan atau masalah
Proyek
dalam PBL adalah berfokus pada pertanyaan atau masalah, yang mendorong
pelajar menjalani (dalam kerja keras ).
3. Investigasi konstruktif atau desain
Proyek
melibatkan pelajaran dalam investigasi konstruktif dapat berupa desain,
pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah.
4. Bersifat otonomi pembelajaran
Lebih mengutamakan otonomi, pilihan waktu kerja dan tanggung jawab pelajaran terhadap proyek
5. Bersifat realisme
Pembelajaran
berebasis proyek melibatkan tantangan kehidupan nyata.
4E . Keuntungan dan kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek atau tugas
Keuntungan dari Belajar Berbasis Proyek adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan motivasi.
Laporan-laporan
tertulis tentang proyek itu banyak yang mengatakan bahwa siswa suka
tekun sampai kelewat batas waktu, berusaha keras dalam mencapai proyek.
Guru juga melaporkan pengembangan dalam kehadiran dan berkurangnya
keterlambatan. Siswa melaporkan bahwa belajar dalam proyek lebih fun
daripada komponen kurikulum yang lain.
2. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Penelitian
pada pengembangan keterampilan kognitif tingkat tinggi siswa menekankan
perlunya bagi siswa untuk terlibat di dalam tugas-tugas pemecahan
masalah dan perlunya untuk pembelajaran khusus pada bagaimana menemukan
dan memecahkan masalah. Banyak sumber yang mendiskripsikan lingkungan
belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil
memecahkan problem-problem yang kompleks.
3. Meningkatkan kolaborasi.
Pentingnya
kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan
mempraktikkan keterampilan komunikasi ( Johnson & Johnson, 1989).
Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi online
adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek. Teori-teori kognitif
yang baru dan konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena
sosial, dan bahwa siswa akan belajar lebih di dalam lingkungan
kolaboratif (Vygotsky, 1978; Davidov, 1995).
4. Meningkatkan keterampilan mengelola sumber.
Bagian
dari menjadi siswa yang independen adalah bertanggungjawab untuk
menyelesaikan tugas yang kompleks. Pembelajaran Berbasis Proyek yang
diimplementasikan secara baik memberikan kepada siswa pembelajaran dan
praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan
sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
5. Increased resource – management skills
Pembelajaran
berbasis proyek yang diimplementasikan secara baik menberikan kepada
siswa pembelajaran dan praktik dalam pengorganisasian proyek dan membuat
alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk
menyelesaikan tugas.
Kelemahan dari pembelajaran ini yaitu :
1. Kebanyakan
permasalahan “dunia nyata” yang tidak terpisahkan dengan masalah
kedisiplinan, untuk itu disarankan mengajarkan dengan cara melatih dan
menfasilitasi peserta didik dalam menghadapi masalah .
2. Memerlukan banyak waktu yang harus diselesaikan untuk menyelesaikan masalah.
3. Memerlukan biaya yang cukup banyak.
4. Banyak peralatan yang harus disediakan.
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran
kelompok dengan jumlah peserta didik 2-5 orang dengan gagasan untuk
saling memotivasi antara anggotanya untuk saling membantu agar
tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang maksimal. Berikut ini
merupakan beberapa pengertian pembelajaran kooperatif (cooperative learning) menurut para ahli.
- Depdiknas (2003:5) “Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”.
- Bern dan Erickson (2001:5) “Cooperative learning (pembelajaran kooperatif) merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar”.
- Johnson, et al. (1994); Hamid Hasan (1996) “Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil (2-5 orang) dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok”.
- Suprijono, Agus (2010:54) “Model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru”.
- Slavin (Isjoni, 2011:15) “In cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the teacher”. Ini berarti bahwa cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam belajar. Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk kelompok-kelompok kecil yang saling bekerjasama dan diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan”.
- Eggen and Kauchak (1996:279) “Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”.
- Sunal dan Hans (2000) “Cooperative learning merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran”.
- Stahl (1994) “Cooperative learning dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong menolong dalam perilaku sosial”
- Kauchak dan Eggen dalam Azizah (1998) “Cooperative learning merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan” Djajadisastra (1982) “Metode belajar kelompok merupakan suatu metode mengajar dimana murid-murid disusun dalam kelompok-kelompok waktu menerima pelajaran atau mengerjakan soal-soal dan tugas-tugas”.