Assalamu'alaikum wr.wb

Selasa, 06 Desember 2016

Teori Pembelajaran Multiple Intelligence

Teori Multiple Intelegence
Beragam jenis kecerdasan yang dapat menonjol pada diri individu inilah yang dikenal Multiple Intelligences atau kecerdasan Majemuk. Multiple Intelligences adalah sebuah teori kecerdasan yang dimunculkan oleh Howard Gardner, seorang pakar psikologi perkembangan dan profesor pada Universitas Harvard dari Project Zero (kelompok riset) pada tahun 1983. Hal yang menarik dari teori kecerdasan ini adalah terdapat usaha untuk melakukan redefinsi kecerdasan. Sebelum muncul teori multiple intelligences, teori kecerdasan lebih cenderung diartikan secara sempit. Kecerdasan seseorang lebih banyak ditentukan oleh kemampuannya menyelesaikan serangkaian tes IQ, kemudian tes itu diubah menjadi angka standar kecerdasan. Gardner berhasil mendobrak dominasi teori dan tes IQ yang sejak 1905 banyak digunakan oleh pakar psikolog di seluruh dunia (Chatib, 2010).
 Sangat berbeda definisi kecerdasan yang dibuat Gardner dengan definisi kecerdasan yang telah berlaku sebelumnya. Dalam bukunya yang berjudul Frames Of Mind, The Theory of Multiple Intelligences Gardner mengatakan bahwa “Intelligences is the ability to solve problems, or to createproducts, that are valued within one or more cultural” (Gardner, 1983). Menurut Gardner kecerdasan seorang tidak diukur dari hasil tes psikologi standar, namun dapat dilihat dari kebiasaan seseorang menyelesaikan masalahnya sendiri (problem solving) dan kebiasaan seseorang menciptakan produk-produk baru yang mempunyai nilai budaya (creativity). Mula-mula Gardner menemukan (mengemukakan) 7 jenis kecerdasan, kemudian mengembangkannya menjadi 8 dan membahas kemungkinan kecerdasan yang ke- 9. Sembilan Kecerdasan tersebut adalah (1) kecerdasan linguistik-verbal, (2) matematis-logis, (3) visual-spasial, (4) kinestik-badani, (5) musikal, (6) interpersonal, (7) intrapersonal, (8) naturalis, dan (9) eksistensial.
            Berdasarkan pandangan ini setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda-beda, tidak hanya cerdas dalam berhitung dan berbicara saja. Dalam hal ini seorang pendidik (guru) dituntut untuk mengetahui kecerdasan siswa dan dapat membantu siswa mengembangkan kecerdasannya. Dalam implikasinya dipersekolahan, teori ini menuntut adanya kurikulum yang beragam, yang dikembangkan sesuai kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh siswa.
            Implementasi teori MI dalam pembelajaran adalah dengan mengembangkan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk oleh guru di dalam kelas. Artinya, dalam pembelajaran di dalam kelas, setidak-tidaknya seorang guru harus mampu “masuk” atau memulai mengajar para siswanya melalui “pintu-pintu” kecerdasan yang dimiliki para siswanya. Hal ini memungkinkan terwujudnya suasana yang menyenangkan dalam pembelajaran. Dengan demikian guru dituntut untuk dapat mengembangkan kreativitasnya dalam mengembangkan pembelajaran yang variatif sehingga dapat menyajikan pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa.
            Amstrong (2002) salah seorang pakar dibidang Multiple Intelligences mengatakan bahwa teori kecerdasan majemuk memungkinkan guru mengembangkan strategi pembelajaran inovatif yang relatuf baru dalam dunia pendidikan.
B. Landasan Teoritis Multiple Intelligences
            Teori kecerdasan majemuk atau multiple intelligences memiliki landasan pengkategorian:
a.       Letak dalam otak
b.      Adanya bukti personalitas
c.       Tiap kecerdasan memiliki waktu kemunculan dan perkembangan.
d.      Tiap kecerdasan memiliki rangkaian cara kerja dasar.
C. Konsep dan Jenis-jenis kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences)
            Teori Multiple Intelligences (MI) dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai kecerdasan majemuk (dalam kata lain: kecerdasan Jamak atau kecerdasan Ganda) adalah teori yang dicetuskan oleh Howard Gardner.
            Kecerdasan menurut Gardner diartikan sebagai suatu kemampuan, dengan proses kelengkapannya, yang sanggup menangani kandungan masalah yang spesikfik di dunia
Menurut Gardner, kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur
1.      Kecerdasan Linguistik-Verbal (Verbal-Linguistic)
Kecerdasan bahasa menunjukkan kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, peserta didik dengan kecerdasan bahasa yang tinggi umumnya ditandai dengan kesenangannya pada kegiatan yang berkaitan dengan pengunaan suatu bahasa seperti membaca, menulis karangan, membuat puisi, menyusun kata-kata mutiara, dan sebagainya. Peserta didik seperti ini juga cenderung memiliki daya ingat yang kuat. Mereka cenderung lebih mudah belajar dengan cara mendengarkan dan verbalisasi.
2.      Kecerdasan Matematis-Logis
Kecerdasan matematika-logika menunjukkan kemampuan seseorang dalam berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir, peserta didik dengan kecerdasan matematik (logika) tinggi cenderung melakukan kegiatan analisis dan mempelajari sebab akibat terjadinya sesuatu. Ia menyenangi berpikir secara konseptual. Peserta didik seperti ini juga cenderung menyukai aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan problem matematika. Apabila kurang memahami, mereka akan cenderung berusaha untuk bertanya dan mencari jawaban atas hal yang kurang dipahaminya tersebut.
3.      Kecerdasan Visual-Spasial (Visual-Spasial)
Kecerdasan visual-spasial menunjukkan kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang.
4.      Kecerdasan Kinestik-Badani (Bodily-Kinesthetic)
Kecerdasan kinentestik menunjukkan kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya utuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah.
5.      Kecerdasan Musikal (Musical)
Kecerdasan musikal yaitu kemampuan seseoreang untuk peka terhadap suara-suara nonverbal yang berada disekelilingnya, termasuk nada dan irama. Peserta didik jenis ini cenderung senang sekali mendengarkan nada dan irama yang indah. Mereka juga lebih mudah mengingat sesuatu dan mengekspresikan gagasan-gagasan apabila dikaitkan dengan musik.
6.      Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain, mereka cenderung untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain sehingga mudah bersosialisasi dengan lingkungan disekelilingnya. Kecerdasan semacam ini juga sering disebut kecerdasan sosial.
7.      Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal yaitu kemampuan sesorang untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri. Ia cenderung mampu untuk mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada dirinya sendiri, dan dapat membangun persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan kemampuan tersebut dalam membuat rencana dan mengarahkan orang.
8.      Kecerdasan Naturalis (Naturalist)
Kecerdasan naturalis menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap lingkungan alam. Peserta didik dengan kecerdasan seperti ini cenderung suka mengobservasi lingkungan alam. 
9.      Kecerdasan Eksistensial
Kecerdasan eksistensial pada tahun 1999, kecerdasan ini memiliki ciri-ciri yaitu cenderung mempertanyakan segala seuatu tentang keberadaan manusia, arti kehidupan mengapa manusia mengalami kematian, dan realitas yang dihadapi.
D. poin-poin kunci dan Tabel Teori multiple intellegences.
Dalam konsep teori multiple intelligences, penting untuk memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1.      Setiap orang memiliki kedelapan kecerdasan, hanya saja profil tiap orang mungkin berbeda. Ada yang tinggi pada semua jenis kecerdasan ada pula yang hanya rata-rata dan tinggi pada dua atau tiga jenis kecerdasan.
2.      Orang dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai pada tingkat penguasaan yang memadai; kecerdasan dapat distimulasi, dikembangkan pada batas tertinggi melalui pengayaan, dukungan yang baik, dan pengajaran.
3.      Kecerdasan-kecerdasan umumnya bekerja bersamaan dengan cara yang kompleks. Dalam aktivitas sehari-hari, kecerdasan saling berkaitan dalam satu rangkaian.

4.      Ada banyak cara untuk menjadi cerdas dalam setiap kategori.

Kamis, 17 November 2016

Pembelajaran Tematik

PEMBELAJARAN TEMATIK
Istilah dan Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik dimaknai sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarakan tema-tema tertentu. Pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran termasuk salah satu jenis atau tipe dari model pembelajaran terpadu. Istilah pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (Departemen Pendidikan Nasional, 2006: 5).
Istilah model pembelajaran terpadu sebagai konsep sering dipersamakan dengan integrated teaching and learning, integrated curicculum approach, a coherent curriculum approach. Jadi berdasarkan istilah tersebut, maka pembelajaran terpadu pada dasarnya lahir salah satunya dari pola pendekatan kurikulm terpadu  (integrated curriculm approach).
Landasan pembelajaran Tematik
Menurut Winarni (2007: 3), landasan pembelajaran tematik ada 3 yaitu:
a.      Landasan folosofi
1.      Progresivisme
Proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreativitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alami (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa.
2.      Kontruktivisme
Anak mengkontruksikan pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannnya.
3.      Humanisme
Melihat siswa dari segi keunikan atau kekhasannaya, potensi, motivasi yang dimilikinya.
b.      Landasan psikologis
1.      Psikologi perkembangan untuk menentukan tingkat kekhasan dan kedalamnya isi sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik.
2.      Psikologi belajar untuk menentukan bagaimana isi materi pelajaran disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
c.       Landasan Yuridis
UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Karakteristik pembelajaran Tematik
Menurut Depdikbud (1996) dalam sugiyanto (2007: 101-102) pembelajaran tematik sebagai suatu proses mempunyai beberapa karaktersitik:
a.       Holistik
Suatu gejala atau fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran tematik diamati dan dikaji dari beberapa bidang sekaligus, tidak terkotak-kotak.
b.      Bermakna
Pengkajian suatu fenomena dengan banyak membentuk jalinan antara konsep-konsep yang berhubungan menghasilkan skemata.
c.       Otentik
Pembelajaran tematik memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip dan konsep melalui kegiatan belajar secara langsung.
d.      Aktif
Pembelajaran tematik menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
Prinsip Dasar Pembelajaran Tematik
Secara umum prinsip-prinsip pembelajaran tematik dapat diklasifikasikan menjadi: (1) prinsip pengggalian tema; (2) prinsip pengelolahan tema; (3) prinsip evaluasi; dan (4) prinsip reaksi.
a.      Prinsip Penggalian Tema
Prinsip penggalian merupakan prinsip utama dalam pembelajaran tematik. Artinya tema-tema yang saling tumpang tindih dan ada keterkaitan menjadi target utama dalam pembelajaran.
b.      Prinsip pengelolaan pembelajaran
Menurut Prabowo (2000), bahwa dalam pengelolahan pembelajaran hendaklah guru berlaku sebagai berikut:
1.      Guru hendaknya jangan jadi single actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar;
2.      Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama atau kelompok;
3.      Guru perlu mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan.
c.       Prinsip Evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran tematik, maka diperlukan beberapa langkah:
1.      Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri (self evaluation atau self assessment) disamping bentuk evaluasi lainnya;
2.      Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.
d.      Prinsip Reaksi
Guru harus bereaski terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit tetapi ke sebuah kesatuan yang utuh dan bermakna. Pembelajaran tematik memungkinkan hal ini dan guru hendaknya menemukan kiat-kiat untuk memunculkan ke permukaan hal-hal yang dicapai melalui dampak pengiring tersebut.
Arti penting pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik, sebagai model pembelajaran memiliki arti penting dalam membangun kompetensi peserta didik, antara lain: pertama, pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan berbagai pengetahuan yang dipelajari. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.
Kedua, pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing) oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang memengaruhi kebermaknaan belajar siswa.
Pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa manfaat yaitu:
1.      Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang-tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan;
2.      Siswa mampu melihat hubungan yang bermakna sebab isi atau materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat bukan tujuan akhir;
3.      Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah; dan
4.      Debgan adanya pemanduan antar-mata pelajaran, maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat.
Pembelajaran tematik dalam kenyataannya memiliki beberapa kelebihan seperti pembalajaran terpadu. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaaan (1996), pembelajaran terpadu memiliki kelebihan sebagai berikut:
1.      Pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya.
2.      Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
3.      Kegiatan belajara bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat bertahan lama.
4.      Keterampilan berpikir anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu.
5.      Kegiatan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai lingkungan anak.
6.      Keterampilan sosial anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu.
Selain kelebihan yang dimiliki, pembelajaran tematik juga memiliki keterbatasan, terutama dalam pelaksanaanya, yaitu pada perencanaan dan pelaksanaan evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses, dan tidak hanya evaluasi dampak pembelajaran langsung (Indrawati, 2009: 24).
Klasifikasi Pengintegrasian  Tema
            Suatu kurikulum pada dasarnya dapat dilakukan pola pengintegrasian materi atau tema tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga klasifikasi pengintegrasian kurikulum, yakni:  pertama, pengintegrasian di dalam satu disiplin (interdisiplin) ilmu; kedua, pengintegrasian beberapa disiplin (antar disiplin) ilmu; ketiga, pengintegrasian di dalam dan beberapa disiplin (inter dan antar disiplin) ilmu.
a.      Pengintegrasian di Dalam Suatu Disiplin Ilmu
Model pengintegrasian di dalam satu disiplin ilmu merupakan model kurikulum yang menautkan dua atau lebih bidang ilmu yang serumpun. Misalnya di bidang ilmu alam, menautkan antara dua tema dalam fisika dan biologi. Jadi sifat perpaduan dalam model ini adalah hanya dalam satu rumpun di bidang ilmu saja (interdisipliner).
b.      Pengintegrasian Beberapa Disiplin Ilmu
Model ini adalah model kurikulum yang menautkan antar disiplin ilmu yang berbeda. Misalnya antar tema yang ada dalam bidang ilmu sosial dan bidang ilmu alam. Contoh, tema energi merupakan tema yang dapat dikaji dari bidang ilmu yang berbeda baik dalam bidang ilmu sosial (kebutuhan energi dalam masyarakat) maupun dalam bidang ilmu alam (bentuk-bentuk  energi dan teknologi). Jadi dengan demikian jelas, bahwa dalam model ini suatu tema tersebut dapat dikaji dari dua sisi bidang ilmu yang berbeda (antar-disiplin ilmu).


c.       Pengintegrasian di Dalam Satu dan Beberapa Displin Ilmu
Model ini merupakan model kurikulum yang paling kompleks karena menautkan antardisiplin ilmu yang serumpun sekaligus bidang ilmu yang berbeda. Misalnya tema yang ada dalam bidang ilmu sosial, bidang ilmu alam, teknologi maupun ilmu agama. Contoh: tema rokok merupakan tema yang dapat dikaji dari berbagai ilmu yang berbeda. Di bidang ilmu sosial dapat dikaji dampak sosial merokok dalam masyarakat (sosiologi), aspek pembiayaan ekonomi bagi perokok (ekonomi). Dalam bidang ilmu alam, dapat dikaji bahaya rokok bagi kesehatan (biologi), kandungan kimiawi rokok ( kimia), unsur radioaktif (radon) dalam daun tembakau (fisika). Adapun dalam ilmu agama dapat dikaji bahwa rokok merupakan perbuatan yang sia-sia (makruh hukumnya).
Jadi dengan demikian, tampak  jelas, bahwa dalam model ini suatu tema tersebut dapat dikaji dari dua sisi, yaitu dalam satu bidang ilmu (interdisiplin) maupun dari bidang ilmu yang berbeda (antardisiplin ilmu)
Ragam Model Pembelajaran Terpadu Berdasarkan Tema
Berdasarkan pola pengintegrasian tema, Fogarty (1991: XV), mengemukakan bahwa terdapat sepuluh model pembelajaran terpadu, yaitu: (1) the fragmented model (model tergambarkan), (2) the connected model (model terhubung), (3) the nested model (model tersarang), (4) the squenced model (model terurut), (5) the shared model (model terbagi), (6) the webbed model (model terjaring), (7) the threaded model (model tertali), (8) the integrated model (model terpadu), (9) the immersed model (model terbenam), dan (10) the network model (model jaringan).
Nama model
Deskripsi
Kelebihan
kekurangan
Terpisah (fragmented)

Berbagai disiplin ilmu yang berbeda dan saling terpisah.
Adanya kejelasan dan pandangan yang terpisah dalam suatu mata pelajaran.
Keterhubungan menjadi tidak jelas. Lebih sedikit transfer pembelajaran.
Keterkaitan/keterhubungan (connected)
Topik-topik dalam satu disiplin ilmu berhubungan satu sama lain.
Konsep-konsep utama saling terhubung, mengarah pada pengulangan (review), rekonseptualisai, dan asimilasi gagasan-gagasan dalam suatu disiplin.
Disiplin-disiplin ilmu tidak berkerkaitan; konsep tetap berfokus pada satu disiplin ilmu.
Berbentuk sarang atau kumpulan (nested)
Keterampilan-keterampilan-keterampilan sosial, berpikir dan konten (content skill) dicapai di dalam satu mata pelajaran (subject area)
Memberi perhatian pada berbagai mata pelajaran yang berbeda dalam waktu yang bersamaan, memperkaya dan memperluas pembelajaran.
Pelajar dapat menjadi binggung dan kehilangan arh mengenai konsep-konsep utama dari suatu kegiatan atau pelajaran.
Dalam suatu rangkaian
Persamaan-persamaan yang ada diajarkan secara bersamaan meskipun termasuk ke dalam mata pelajaran yang berbeda.
Memfasilitasi transfer pembvelajaran melintas beberapa mata pelajaran.
Membutuhkan kolaborasi yang terus-menerus dan kelenturan (fleksibilitas) yang tinggi karena guru-guru memiliki lebih sedikit otonomi untuk menguatkan (merancang) kurikulum.
Terbagi (shared)
Perencanaan tim atau pengajaran yang melibatkan dua displin difokuskan pada konsep, keterampilam, dan sikap-sikap (attitudes) yang sama.
Terdapat pengalaman-pengalaman intruksional bersama; dengan dua  orang guru  di dalam suatu tim, akan lebih mudah berkolaborasi.
Membutuhkan waktu, kelenturan, komitmen, dan kompromi.
Berbentuk jaring laba-laba
Pengajaran tematis, menggunakan suatu tema sebagai dasar pembelajaran dalam berbagai disiplin mata pelajaran.
Dapat memotivasi murid-murid; membantu murid-murid untuk melihat keterhubungan antar gagasan.
Tema yang digunakkan harus dipilih secara baik-baik secara selektif agar menjadi berarti; juga relevan dengan konten.
Dalam satu alur (threaded)
Ketermapilan-keterampilan sosial berpikir, berbagi jenis kecerdasan, dan keterampilan belajar direntangkan melalui berbagai disiplin
Murid-murud memelajari cara mereka belajar; memfasilitasi transfer pembelajaran selanjutnya.
Disiplin-disiplin ilmu yang bersangkutan tetap terpisah satu sama lain.
Terpadu integreted
Dalam berbagai prioritas yang tumpang tindih dalam  berbagai displin ilmu, dicari keterampilan konsep dan sikap yang sama.
Mendorong murid-murid untuk melihat keterkaitan diantara displin-displin ilmu
; murid-murid termotivasi dengan melihat berbagai keterkaitan tersebut.
Membutuhkan tim antardepartemen yang memiliki perencanaan dan waktu pengajaran yang sama.
Immersed
Pelajar memadukan apa yang dipelajari dengan cara memandang seluruh pengajaran melalui perpektif bidang yang disukai (area of interest)
Keterpaduan berlangsung di dalam pelajar itu sendiri.
Dapat mempersempit fokus pelajar tersebut.
Membentuk jejaring (networked)
Pelajar melakukan proses pemanduan topik yang dipelajari melalui pemilihan jejaring pakar dan sumber daya.
Bersifat proaktif pelajara terstimulasi oleh informasi, keterampilan, atau konsep-konsep baru.
Dapat memecah perhatian pelajar, upaya-upaya menjadi tidak efektif.
Menurt Prabowo (2003: 3), dari kesepuluh tipe tersebut ada tiga model yang dipandang layak untuk dikembangkan dan mudah dilaksanakan pada pendidikan formal (pendidikan dasar). Ketiga model ini adalah model keterhubungan (connected), model jaring laba-laba (webbed), dan model keterpaduan (integrated).
a.       Model keterhubungan (connected)
1.      Pengertian
Fogarty (dalam Prabowo, 2002) mengemukakan bahwa model terhubung (connected) merupkan model integrasi inter bidang studi. Model ini secara nyata mengorganiosasikan atau mengintegrasikan satu konsep, keterampilan, dan kemampuan yang ditumbuh kembangkan dalam suatu pokok bahasan atau sub pokok bahasan yang dikaitkan dengan konsep, keterampilan atau kemampuan pada pokok bahasan lain, dalam suatu bidang studi.
2.      Keunggulan dan kelemahan
Hadisubroto (2000), juga mengemukkan keunggulan dan kelemahan model connected. Keunggulannya adalah (a) dengan adanya hubungan atau kaitan antara gagasan di dalam satu bidang studi, siswa mempunyai gambaran yang lebih komprehensif dari beberapa aspek tertentu mereka pelajari secara lebih mendalam; (b) konsep-konsep kunci dikembangkan dengan waktu yang cukup sehingga lebih dapat dicerna oleh siswa; (c) kaitan-kaitan dengan sejumlah gagasan di dalam satu bidang studi memungkinkan siswa untuk dapat mengkonseptualisasi kembali dan mengasimilasi gagsan secara bertahap; dan (d) pembelajaran terpadu model terhubung tidak mengganggu kurikulum yang sedang berlaku.
Kelemahan model ini adalah berbagai bidang studin masih tetap terpisah dan tampak tidak ada hubungan-hubungan itu disusun secara eksplisit di dalam satu bidang studi.
b.      Model Jaring Laba-laba (webbed)
1.      Pengertian
Pembelajaran terpadu model webbed adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan ini dimulai dengan menentukkan pendekatan tertentu.
2.      Kelebihan dan kelemahan
Kelebihan dari model jaring laba-laba (webbed) meliputi (a) penyeleksian tema sesuai dengan minat akan memotivasi anak untuk terus belajar, (2) lebih mudah dilakukan oleh guru yang belum berpengalaman, (3) memudahkan perencanaan; (4) pendekatan tematik dapat memotivasi siswa; dan (5) memberikan kemudahan bagi anak didik dalam melihat kegiatan-kegiatan dan ide-ide berbeda yang terkait. Selain kelebihan yang dimiliki, model webbed juga memiliki kekurangan antara lain: (a) sulit dalam menyeleksi tema; (b) cenderung untuk merumuskan tema yang dangkal, (c) dalam pembelajaran, guru lebih memusatkan perhatian pada kegiatan daripada pengembangan konsep.
c.       Model keterpaduan (integrated)
1.      Pengertian
Model ini merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang studi. Model ini diusahakan dengan cara mengabungkan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih di dalam beberapa bidang studi.
2.      Kelebihan dan kelemahan

Tipe integreted (keterpaduan) memiliki kelebihan yaitu (a) adanya kemungkinan pemahana antar bidang studi, karena dengan memfokuskan isi pelajaran, strategi berpikir, keterampilan sosial dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran banyak mencakup banyak dimensi sehingga pembelajaran siswa menjadi semakin kaya dan berkembang; (b) memotivasi siswa dalam belajar. Kekurangan tipe integrated antara lain: terletak pada guru, yaitu guru harus mempunyai konsep, sikap, dan keterampilan yang diprioritaskan, (2) penerapannya, yaitu sulit menerapkan tipe ini secara penuh.